Kelompok 9
Peduli Lingkungan
Di susun Oleh:
Indria Pretty Putri 1111020050
Nayla Rahmatika 1111020001
Anderiyan Adiyatma 1111020016
Afif Amrullah 1111020023
Dosen Pembimbing:
Supriyatmoko,M.Pd
![]() |
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN INTAN
LAMPUNG
2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat
dan hidayahnya penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul “Peduli Lingkungan” Sholawat serta
salam penulis sanjung agungkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW,
yang telah membawa kita dari zaman kegelapan sampai terang benderang sekarang
ini. Makalah ini dibuat selain untuk melengkapi tugas mata kuliah Hadits Tarbawi” juga memberi wawasan bagi pembaca dan penulis khususnya.
Makalah ini berusaha untuk menyajikan
pengetahuan dan penjabaran tentang perkembangan
seni dan budaya yang bermanfaat
bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.
Penulis menyadari makalah ini jauh dari sebuah
kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun bagi penulis agar menjadi pelajaran yang berharga khususnya bagi
penulis dan pembaca.
Bandar lampung, April 2012
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................. ..........................
DAFTAR ISI................................................................................. ..........................
BAB I PENDAHULUAN............................................................ .........................
A. Latar belakang.................................................................... ..........................
BAB II PEMBAHASAN.............................................................. ...........................
A. Peduli Lingkungan............................................................................
B. kesimpulan..................................................................................................
C. Daftar
Pustaka.....................................................................................................
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Alam semesta
merupakan karunia yang paling besar terhadap manusia, untuk itu Allah S.w.t.
menuruh manusia untuk memanfaatkannya dengan baik dan terus harusber-syukur
kepadanya. Akan tetapi pada kenyataannya lain, malahan terjadi kerusakan
disana-sini akibat perbuatan orang-orang munafiq.
Rosulullah
S.a.w. menyuruh untuk menanam kembali apa yang rusak dari hutan yang telah
ditebang dan dirusak. Rosulullah sendiri memuji perbuatan ini dengan salah satu
perbuatan yang terpuji.
Didalam
Al-Qur’an dijelaskan bahwa alam dunia ini akan rusak disebabkan oleh tangan
orang-orang yang munafiq. Mereka sangat seraka dalam mengeksploitasi kekayaan
alam, mereka tidak mempedulikan tentang akibatnya. Sekarang sudah banyak
kerusakan didarat, dilaut, dan diudara. Akibatnya banyak bencana yang terjadi
sana-sini, seperti banjir, gempa, gunung meletus, angina putting beliung, dan
ada lagi yang sangat mengkhawatirkan yaitu issu akan terjadinya pemanasan
global.
Sekarang
hutan banyak yang rusak karena banyaknya penebang liar dan tidak adanya lagi
penghijauan kembali. Dalam hal ini Rosulullah S.a.w. sangat tidak menyukai,
malahan Rosulullah S.a.w. melarang dengan haditsnya yang diriwayatkan oleh
beberapa sahabatnya. Untuk itu didalam pembahasan yang sedikit ini saya akan
mencoba menjelaskan apa yang telah disampaikan oleh hadits Rosulullah S.a.w.
BAB II
Pembahasan
Hadits
Rosulullah S.a.w. tentang Lingkungan
Adapun
mengenai hadits Rosulullah S.a.w tentang peduli lingkungan ini banyak sekali,
salah satu diantaranya sebagai berikut :
1. Larangan Menelantarkan Lahan
حَدِيْثُ
جَابِرِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ رضى الله عنهما, قَالَ : كَانَتْ لِرِجَالٍ مِنَّا
فُضُوْلُ اَرَضِيْنَ, فَقَالُوْا نُؤَاجِرُهَا بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ
وَالنِّصْفِ, فَقَالَ النَّبِىُّ ص.م. : مَنْ كَانَتْ لَهُ اَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا
اَوْلِيَمْنَحْهَا اَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ.
“ Hadist Jabir bin Abdullah
r.a. dia berkata : Ada beberapa orang dari kami mempunyai simpanan tanah. Lalu
mereka berkata: Kami akan sewakan tanah itu (untuk mengelolahnya) dengan
sepertiga hasilnya, seperempat dan seperdua. Rosulullah S.a.w. bersabda:
Barangsiapa ada memiliki tanah, maka hendaklah ia tanami atau serahkan kepada
saudaranya (untuk dimanfaatkan), maka jika ia enggan, hendaklah ia
memperhatikan sendiri memelihara tanah itu. “ (HR. Imam Bukhori dalam kitab
Al-Hibbah)
Selain dari
hadits diatas, ada juga bersumber dari Abu Hurairah r.a. dengan lafazd sebagai
berikut :
حَدِيْثُ
أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قال: قال رسول الله عليه وسلم : مَنْ كَانَتْ لَهُ
اَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا اَوْلِيَمْنَحْهَا اَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ
أَرْضَهُ.(اخرجه البخارى فى كتاب المزاعة)
Antara kedua
tersebut terdapat persamaan, yaitu masing-masing ditakhrijkan oleh Imam
Bukhori. Sedangkan perbedaannya adalah sumber hadits tersebut dari Jabir yang
diletakkan dalam kitab Al-Hibbah yang satunya bersumber dari Abu Hurairah dan diletakkan
dalam kitab Al-Muzara’ah.
Dari
ungkapan Nabi S.a.w. dalam hadits diatas yang menganjurkan bagi pemilik tanah
hendaklah menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk
menanaminya. Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia jangan membiarkan
lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan bagi
kehidupan secara umum. Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan menanaminya
dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan
pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini merupakan upaya
menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap lingkungan. Allah
S.w.t. telah mengisyaratkan dalam Al-Qur’an supaya memanfaatkan segala yang
Allah ciptakan di muka bumi ini. Isyarat tersebut seperti diungkapkan dalam
firman-Nya:
“ Dia-lah Allah, yang
menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu semua.” (Qs. Al-Baqoroh : 29)
Dalam hadits
dari Jabir di atas menjelaskan bahwa sebagian para sahabat Nabi S.a.w.
memanfaatkan lahan yang mereka miliki dengan menyewakan lahannya kepada petani.
Mereka menatapkan sewanya sepertiga atau seperempat atau malahan seperdua dari
hasil yang didapat oleh petani. Dengan adanya praktek demikian yang dilakukan
oleh para sahabat, maka Nabi meresponnya dengan mengeluarkan hadits diatas,
yang intinya mengajak sahabat menanami sendiri lahannya atau menyuruh orang
lain mengolahnya apabila tidak sanggup mengolahnya. Menanggapi permasalahan
sewa lahan ini, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya.
Ibnu Rusyd
dalam kitab Bidayatul Mujtahid menjelaskan bahwa segolongan
fuqoha tidak membolehkan menyewakan tanah. Mereka beralasan dengan hadits Rafi’
bin Khuday yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab Al-Muzara’ah
:
اَنَّ
النَّبِى ص.م. نَهَى عَنْ كَرَاءِ الْمَزَارَعِ. (رواه البخارى)
“ Bahwasanya
Nabi S.a.w. melarang menyewakan lahan “ (HR. Bukhori)
Sedangkan
jumhur ulama membolehkan, tetapi imbalan sewanya haruslah dengan uang (dirham
atau dinar) selain itu tidak boleh. Ada lagi yang berpendapat boleh dengan
semua barang, kecuali makanan termasuk yang ada dalam lahan itu. Berbagai
pendapat yang lain seperti yang dikemukakan Ibnu Rusyd bahwa dilarang
menyewakan tanah itu lantaran ada kesamaran didalamnya. Sebab kemungkinan
tanaman yang diusahakan di atas tanah sewaan itu akan tertimpa bencana, baik
karena kebakaran atau banjir. Dan akibatnya si penyewa harus membayar sewa
tanpa memperoleh manfaat apapun daripadanya.
Terkait
dengan hadits diatas, disini Rosulullah S.a.w. juga bersabda dalam kitab Al-Lu’lu’
wal Marjan tentang menyerahkan tanah kepada orang untuk
dikerjakan kemudian memberikan sebagian hasilnya :
حَدِيْثُ
ابْنُ عُمَرَ رضى الله عنه, اَنَّ النَّبِىَ ص.م. عَامَلَ خَيْبَرَ بِشَرْطٍ
مَايَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ اَوْزَرْعٍ, فَكَانَ يُعْطِى اَزْوَاجَهُ مِائَةَ
وِسْقٍ: ثَمَانُوْنَ وِسْقَ تَمْرٍ, وَعِشْرُوْنَ وِسْقَ شَعِيْرٍ : فَقَسَمَ
عُمَرُ خَيْبَرَ فَخَيَّرَ اَزْوَاجَ النَّبِىِّ ص.م. اَنْ يُقْطِعَ لَهُنَّ مِنَ
الْمَاءِ وَالاَرْضِ اَوْ يُمْضِىَ لَهُنَّ فَمِنْهُنَّ مَنِ اخْتَارَ الاَرْضَ
وَمِنْهُنَّ مَنِ اخْتَارَ الوَسْقَ, وَكَانَتْ عَائِشَةُ اخْتَارَتِ الاَرْضَ.
(اخرجه البخارى)
“ Ibnu Umar r.a. berkata :
Nabi S.a.w. menyerahkan sawah ladang dan tegal di khaibar kepada penduduk
Khaibar dengan menyerahkan separuh dari penghasilannya berupa kurma atau buah
dan tanaman, maka Nabi S.a.w. memberi istri-istrinya seratus wasaq (1 wasaq=60
sha’. 1 sha’ =4 mud atau 2 ½ Kg), delapan puluh wasaq kurma tamar, dan dua
puluh wasaq sya’er (jawawut). Kemudian dimasa Umar r.a. membebaskan kepada
istri-istri Nabi S.a.w. untuk memilih apakah minta tanahnya atau tetap minta
bagian wasaq itu, maka diantara mereka ada yang memilih tanah dan ada yang
minta bagian hasilnya berupa wasaq.”
(HR.
Bukhori)
2. Penanaman Pohon (reboisasi) Langkah Terpuji
حَدِيْثُ
اَنَسٍ رضى الله عنه قَالَ: مَامِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ اَوْيَزْرَعُ زَرْعًا
فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ اَوْاِنْسَانٌ اَوْبَهِيْمَةٌ اِلاَّكَانَ لَهُ بِهِ
صَدَقَةٌ. (اخرجه البخارى فى كتاب المزاعة)
“ Hadits dari Anas r.a. dia
berkata: Rosulullah S.a.w. bersabda : Seseorang muslim tidaklah menanam
sebatang pohon atau menabur benih ke tanah, lalu datang burung atau manusia
atau binatang memakan sebagian daripadanya, melainkan apa yang dimakan itu
merupakan sedekahnya “. (HR. Imam Bukhori)
Pada
dasarnya Allah S.w.t. telah melarang kepada manusia agar tidak merusak hutan,
hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqoroh ayat 11 :
وَاِذَا
قِيْلَ لَهُمْ لاَتُفْسِدُوْا فِى الاَرْضِ…
“ Dan apabila dikatakan kepada
mereka : Janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi “
Dan ada lagi dalam surat
Al-Baqoroh ayat 204-205:
“ Dan di antara manusia ada
orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan
dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah
penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan
di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.”
Dalam ayat
diatas, Allah menjelaskan sifat-sifat orang munafiq dan tindakannya di muka
bumi ini. Informasi yang disampaikan Al-Qur’an bahwa sebagian dari manusia,
kata-kata dan ucapannya tentang kehidupan dunia menarik sekali, sehingga banyak
yang terpedaya. Ia pintar dan pandai menyusun kata-kata dengan gaya yang
menawan. Orang munafiq seperti inilah yang selalu merusak bumi. Tanam-tanaman dan
hutan-hutan menjadi rusak, lingkungan dicemari, buah-buahan dan binatang ternak
dibinasakan. Apalagi kalau mereka sedang berkuasa, dimana-mana mereka berbuat
sesuka hatinya.
Gambaran ayat ini sejalan
dengan firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 41-42 :
“Telah nampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supay Allah
merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: “Adakanlah perjalanan di muka bumi
dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan
dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”
Pada ayat
ini sudah jelas bahwa Allah telah memperingatkan tentang kerusakan yang terjadi
di alam dunia ini, baik di darat, laut maupun udara adalah akibat ulah
perbuatan manusia itu sendiri. Kerusakan di darat seperti rusaknya hutan,
hilangnya mata air, tertimbunnya danau-danau penyimpan air, lenyapnya
daerah-daerah peresap air hujan dan sebagainya. Kerusakan di laut seperti
pendangkalan pantai, menghilangkan tempat-tempat sarang ikan, pencemaran air
laut karena tumpahan minyak, dan lain sebagainya. Allah memperingatkan itu,
karena dampak negatifnya akan dirasakan manusia itu sendiri.
Tidak
sepantasnyalah alam ini dirusak karena ini merupakan salah satu karunia Tuhan,
untuk itu seharusnyalah manusia harus memperbaiki dan memanfaatkannya, hal ini
sebagaimana firman Allah S.w.t. dalam surat Al-An’am ayat 141-142 yang artinya:
“ Dan dialah yang menjadikan
kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma,
tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik
hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan. Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk
pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. makanlah dari rezki yang Telah
diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Dekade
terakhir ini, pemerintah Indonesia terus melancarkan program penghijauan. Oleh
karena itu, dimana-mana kita akan melihat reklame dan promosi penghijauan, baik
melalui media visual, maupun audio-visual. Promosi ini banyak terpajang di
sudut-sudut jalan, dan tertempel di mobil-mobil dan lainnya yang mengajak kita
menyukseskan program tersebut. Khusus Provinsi Sulawesi Selatan, pemerintahnya
telah mencanangkan program penghijauan dengan tema "South
Sulawesi Go Green" (Sulawesi Selatan Menuju Penghijauan).
Sebagian orang menyangka bahwa program penghijauan bukanlah suatu amalan
yang mendapatkan pahala di sisi Allah, sehingga ada diantara mereka yang
bermalas-malasan dalam mendukung program tersebut. Kita mungkin masih mengingat
sebuah hadits yang masyhur dari Nabi Saw. beliau bersabda:
"Jika seorang manusia
meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali dari tiga perkara:
sedekah jariyah (yang mengalir pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak
shaleh yang mendo’akan kebaikan baginya". [HR. Muslim dalam Kitab Al-Washiyyah (4199)]
Perhatikan,
satu diantara perkara yang tak akan terputus amalannya bagi seorang manusia,
walaupun ia telah meninggal dunia adalah SEDEKAH JARIYAH, sedekah yang terus
mengalir pahalanya bagi seseorang. Para ahli ilmu menyatakan bahwa sedekah
jariyah memiliki banyak macam dan jalannya, seperti membuat sumur umum,
membangun masjid, membuat jalan atau jembatan, menanam tumbuhan baik berupa
pohon, biji-bijian atau tanaman pangan, dan lainnya. Jadi, menghijaukan
lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariyah bagi
kita –walau telah meninggal- selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan.
Al-Imam Ibnu
Baththol -rahimahullah- berkata: "Ini menunjukkan bahwa sedekah
untuk semua jenis hewan dan makhluk bernyawa di dalamnya terdapat pahala".
[Lihat Syarh Ibnu Baththol (11/473)]
Seorang
muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah -Azza wa
Jalla-, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan
hewan, bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu
diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka
kita sebagai penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil
tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.
Penghijauan
merupakan amalan sholeh yang mengandung banyak manfaat bagi manusia di dunia
dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. Tanaman dan pohon yang ditanam
oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti pohon itu bisa menjadi
naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan daunnya terkadang bisa dimakan,
batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam peralatan, akarnya bisa mencegah
terjadinya erosi dan banjir, daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang
melihatnya, dan pohon juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin,
membantu sanitasi lingkungan dalam mengurangi polusi udara, dan masih banyak
lagi manfaat tanaman dan pohon yang tidak sempat kita sebutkan di lembaran
sempit ini. Jika demikian banyak manfaat dari REBOISASI, maka tak heran jika
agama kita memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya.
3.
Harmonitas Manusia, Hewan dan
Tumbuhan
Manusia,
harus mampu menjaga harmonitas segi tiga keseimbangan ekologi: dirinya
(manusia), hewan dan tumbuhan. Manusia, seperti disinggung sebelumnya, adalah
wakil Allah (khalīfah) di permukaan bumi (Qs. 2: 30). Karena sebagai khalīfah,
maka dia harus bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnnya, sebagai
pengganti Allah dalam memelihara keseimbangan ekologi. Dia harus memahami
fitrahnya yang mengerti maslahat dan kebutuhannya (Qs. 67: 14). Dengan akal
yang diciptakan oleh Allah untuknya, dia bisa membekali diri dengan ilmu dan
pengetahuan serta teknologi, supaya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan
melaksanakan tugasnya tersebut (Qs. 7: 74).
Dengan bekal
itu semua, manusia harus tampil sebagai sosok yang ‘ramah lingkungan’. Dalam
Islam, khalīfah adalah ‘manusia hijau’. Yaitu sosok yang benar-benar melindungi
dan memelihara lingkungan hidupnya. Dalam hal ini, konsep ihsān dapat dijadikan
sebagai landasan normatif-teologis dalam menciptakan harmonitas manusia dan
lingkungan hidup.
Dalam hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan bahwa ihsān adalah “engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa dia –dalam ibadahmu—sedang melihatmu.” Ihsān disini dapat diartikan sebagai sikap ramah (baik), yang berarti melindungi dan memelihara dengan baik. Di sini, konteks ihsān dalam ibadah. Pemeliharaan lingkungan dapat menjadi ibadah, karena memelihara lingkungan yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Ketika lingkungan dipelihara dan dijaga dengan baik, maka dia menjadi ibadah di hadapan Allah.
Orang yang tidak mengerti konsep ini, akan merusak lingkungannya. Maka banyak terjadi penggundulan hutan besar-besaran, buang sampah sembarangan, dll. Akhirnya, erosi terjadi dimana-mana. Sungai-sungai banyak yang meluap dan merusak pemukiman masyarakat. Pada gilirannya, lingkungan tak lagi bersahabat dengan manusia. Ini akibat dari menjauhkan
Allah dari ranah dan lini kehidupan.
Konsep ihsān yang kedua adalah dalam Qs. 4: 36. Dimana ihsān di sini dimaknai dengan memperhatikan, menyayangi, merawat, dan menghormati. Dalam konteks ini, Islam menuntut manusia agar memperhatikan, menyayangi, merawat dan menghormati lingkungan. Dua konsep ihsān tersebut pada realitanya memang diperlukan oleh manusia dalam konteks interaksi dengan lingkungan. Karena, memang, kita wajib memperlakukan lingkungan dengan cara melindungi dan menjaganya. Bukan malah kita remehkan, lalaikan, serta musnahkan. Jika ini yang berlaku, yang terjadi adalah kerusakan lingkungan hidup yang terjadi dimana-mana. Itu semua, kata Allah, karena ulah tangan-tangan jahil manusia
Padahal, itu
semua bukan azab mutlak, melainkan peringatan agar manusia merasakan hasil
perbuatan jahilnya. Karena Allah berharap manusia-manusia jahil terhadap
lingkungannya dapat kembali lagi (Qs. 30: 41). Di samping itu, ihsān sejatinya
adalah perbuatan baik yang tanpa batas. Artinya, perhatian terhadap segala
sesuatu, baik hidup maupun mati, adalah tanpa perhitungan alias tak terhingga.
Karena prinsip untuk bersikap lemah lembut berlaku bagi setiap elemen
lingkungan, baik makhluk hidup maupun makhluk mati, serta yang berakal maupun
yang tidak berakal. Dengan kata lain: prinsip untuk bersikap ihsān ini mencakup
manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk mati.
Kesimpulan
Untuk
memudahkan dalam makalah yang sederhana ini, berikut kami tampilkan sebuah
kesimpulan sebagai berikut :
- Hadist Jabir bin Abdullah r.a. ini merupakan larangan menelantarkan lahan, karena hal ini termasuk perbuatan yang tidak bermanfaat.
- Dalam menelantarkan lahan, Rosulullah S.a.w. menyarankan untuk memanfaatkan dan mengupah orang lain untuk mengelolahnya.
- Reboisasi adalah merupakan salah satu perbuatan yang terpuji.
- Allah S.w.t. menggambarkan kerusakan alam merupakan akibat dari ulah manusia itu sendiri.
- Alam di dunia ini rusak diakibatkan ulah dari perbuatan manusia yang munafiq.
DAFTAR
PUSTAKA
Fuad Abdul Baqi, Muhammad.
1996. Al-Lu’lu’ wal Marjan. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Kelompok Ilmuan MKDK Hadits
IAIN Raden Fatah Palembang. 2002. MKDK Hadits. Palembang: IAIN Raden
Fatah Press.
Matsna. Mohammad. 2002. Qur’an
Hadits Madrasah Aliyah Kelas Satu. Semarang: Karya Toha Putra.
Kelompok Ilmuan MKDK Hadits
IAIN Raden Fatah Palembang. MKDK Hadits. (Palembang: IAIN Raden Fatah
Press, 2002), cet. I, hlm. 110-111.
Moh. Matsna, Qur’an Hadits
Madrasah Aliyah Kelas Satu, (Semarang: Karya Toha Putra, 2002), hlm.
102-115.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar