Tugas kelompok 6 Manajemen Pendidikan
Islam
MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH (MBS)
Oleh:
Anderiyan Adiyatma :1111020016
Indria
Pretty Putri :1111020050
Marina
Alfionita :1111020061
Novyan
Satria :1111020045
Riza
Hambia
:1111020010
Siti
Wahyuning Tyas :1111020060
Jurusan/kelas :
PBA/B
Dosen
:M.Kodir,M.Pd
![]() |
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
RADEN INTANLAMPUNG
2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur mari kita haturkan kepada
Allah SWT, karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Manajemen Pendidikan . Shalawat serta Salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan kita yaitu Nabi besar Muhammad SAW.
Makalah Manajemen Pendidikan sederhana ini dibuat guna memenuhi tugas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam
pembuatan Makalah ini.
Tak ada gading yang tak
retak, tak ada sesuatu di dunia yang sempurna. Untuk itu penulis menyadari
banyaknya kekurangan dalam pembuatan penulisan Kata. Saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan penulis untuk menjadi lebih baik kedepannya. Semoga
Makalah ini bermanfaat bagi pembaca
umumnya dan penulis khususnya.
Lampung, Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
B.
Rumusan Masalah
BAB
II PEMBAHASAN
A. Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS)
1. Pengertian Manajemen Sekolah
2. Manfaat Manajemen Berbasis sekolah (MBS)
3. Pengaruh penerapan MBS
terhadap kewenangan pemerintah pusat
(Depdiknas), dinas pendidikan daerah, dan dewan Manajemen sekolah
(Depdiknas), dinas pendidikan daerah, dan dewan Manajemen sekolah
4. Syarat Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)
5. Hambatan Dalam Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)
B. Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah
C. Karakteristik Manajemen Berbasis
Sekolah
D. Unsur-Unsur Kewenangan
Sekolah dan Tanggung Jawab Sekolah
BAB III A.
Manajemen Berbasis Madrasah (MBM)
1. Konsep
Dasar Manajemen Berbasis Madrasah (MBM)
2. Karakteristik
Manajemen Berbasis Madrasah (MBM)
BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sekolah
adalah salah satu dari Tripusat pendidikan yang dituntut untuk mampu menjadikan
output yang unggul, mengutip pendapat Gorton tentang sekolah ia mengemukakan,
bahwa sekolah adalah suatu sistem organisasi, di mana terdapat sejumlah orang
yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai
tujuan instruksional.Desain organisasi sekolah adalah di dalamnya terdapat tim
administrasi sekolah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam
rangka mencapai tujuan oranisasi.MBS terlahir dengan beberapa nama yang
berbeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah (school-based governance),
manajemen mandiri sekolah (school self-manegement), dan bahkan juga
dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di
sekolah.Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan penekanan
yang sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut memiliki roh yang sama, yakni
sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen
sekolahnya, khususnya dalam penggunakaan 3M-nya, yakni man, money, dan
material.Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain
dan tidak bukan adalah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena
itu, maka Direktorat Pembinaan SMP menamakan MBS sebagai Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).
Tujuan utama adalah untuk mengembangkan rosedur kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang tergabung dalam tim tersebut. Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang yang cerdas serta emosional tinggi, juga dapat mempersiapkan tenaga-tenaga pembangunan.
Oleh karena itu perlu diketahui pandangan filosofis tentang hakekat sekolah dan masyarakat dalam kehidupan kita. sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, ia bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adlah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota2 masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat adalah pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya.
Tujuan utama adalah untuk mengembangkan rosedur kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang tergabung dalam tim tersebut. Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang yang cerdas serta emosional tinggi, juga dapat mempersiapkan tenaga-tenaga pembangunan.
Oleh karena itu perlu diketahui pandangan filosofis tentang hakekat sekolah dan masyarakat dalam kehidupan kita. sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, ia bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adlah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota2 masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat adalah pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu
Manajemen Sekolah ?
2.
Apa yang dimaksud dengan Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) danManajamen Berbasis Madrasah ?
3.
Apa manfaat
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Manajemen Berbasis Madrasah(MBM) ?
4.
Apa Pengaruh penerapan( MBS) terhadap
kewenangan pemerintah pusat (Depdiknas), dinas
pendidikan daerah, dan dewan sekolah?
5.
Apa Syarat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) ?
6.
Apa
karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Manajemen Berbasis Madrasah
(MBM) ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH (MBS)
1.
Pengertian Manajemen
Sekolah
Istilah
manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah.
Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan
administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari
administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi (
administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa
manajemen identik dengan administrasi.
Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama, yaitu:
1. merencanakan (planning),
2. mengorganisasikan (organizing),
3. mengarahkan (directing),
4. mengkoordinasikan (coordinating),
5. mengawasi (controlling), dan
6. mengevaluasi (evaluation).[1]
Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama, yaitu:
1. merencanakan (planning),
2. mengorganisasikan (organizing),
3. mengarahkan (directing),
4. mengkoordinasikan (coordinating),
5. mengawasi (controlling), dan
6. mengevaluasi (evaluation).[1]
Menurut Gaffar
(1989) mengemukakan bahwa manjemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu
proses kerja sama yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sejak beberapa waktu terakhir, kita dikenalkan dengan pendekatan “baru” dalam manajemen sekolah yang diacu sebagai manajemen berbasis sekolah (school based management) atau disingkat MBS. Di mancanegara, seperti Amerika Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri.
Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa tak berdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi.
Sejak beberapa waktu terakhir, kita dikenalkan dengan pendekatan “baru” dalam manajemen sekolah yang diacu sebagai manajemen berbasis sekolah (school based management) atau disingkat MBS. Di mancanegara, seperti Amerika Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri.
Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa tak berdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi.
Di Indonesia,
gagasan penerapan pendekatan ini muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan
otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Selama ini,
sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk
menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali
tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara
mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya
diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan
sekolah hanya menerima apa adanya.Apa saja muatan kurikulum pendidikan di
sekolah adalah urusan pusat, kepala sekolah dan guru harus melaksanakannya
sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Anggaran pendidikan
mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak
simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir
yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari
separuhnya.
1. Manfaat manajemen berbasis sekolah (MBS)
MBS dipandang
sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini
memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk
meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan
penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada
dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan
keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS
memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru,
murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.
Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.
prestasi belajar murid. MBS bahkan dipandang sebagai salah satu cara untuk menarik dan mempertahankan guru dan staf yang berkualitas tinggi.
Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.
prestasi belajar murid. MBS bahkan dipandang sebagai salah satu cara untuk menarik dan mempertahankan guru dan staf yang berkualitas tinggi.
Penerapan MBS yang
efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik dari
penerapan MBS sebagai berikut :
1. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
3. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
4. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
5. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
6. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
1. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
3. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
4. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
5. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
6. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
2. Pengaruh penerapan MBS terhadap
kewenangan pemerintah pusat
(Depdiknas), dinas pendidikan daerah, dan dewan Manajemen sekolah
(Depdiknas), dinas pendidikan daerah, dan dewan Manajemen sekolah
Penerapan MBS dalam
sistem yang pemerintahan yang masih cenderung terpusat tentulah akan banyak
pengaruhnya. Perlu diingatkan bahwa penerapan MBS akan sangat sulit jika para
pejabat pusat dan daerah masih bertahan untuk menggenggam sendiri kewenangan
yang seharusnya didelegasikan ke sekolah. Bagi para pejabat yang haus kekuasaan
seperti itu, MBS adalah ancaman besar.MBS menyebabkan pejabat pusat dan kepala
dinas serta seluruh jajarannya lebih banyak berperan sebagai fasilitator
pengambilan keputusan di tingkat sekolah. Pemerintah pusat, dalam rangka
pemeliharaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tentu saja masih menjalankan
politik pendidikan secara nasional. Pemerintah pusat menetapkan standar
nasional pendidikan yang antara lain mencakup standar kompetensi, standar
fasilitas dan peralatan sekolah, standar kepegawaian, standar kualifikasi guru,
dan sebagainya. Penerapan standar disesuaikan dengan keadaan daerah. Standar
ini kemudian dioperasionalkan oleh pemerintah daerah (dinas pendidikan) dengan
melibatkan sekolah-sekolah di daerahnya. Namun, pemerintah pusat dan daerah
harus lebih rela untuk memberi kesempatan bagi setiap sekolah yang telah siap
untuk menerapkannya secara kreatif dan inovatif. Jika tidak, sekolah akan tetap
tidak berdaya dan guru akan terpasung kreativitasnya untuk berinovasi. Dalam rangka penerapan
MBS di Indonesia, kantor dinas pendidikan kemungkinan besar akan terus
berwenang merekrut pegawai potensial, menyeleksi pelamar pekerjaan, dan
memelihara informasi tentang pelamar yang cakap bagi keperluan pengadaan
pegawai di sekolah. Kantor dinas pendidikan juga sedikit banyaknya masih
menetapkan tujuan dan sasaran kurikulum serta hasil yang diharapkan berdasarkan
standar nasional yang ditetapkan pemerintah pusat, sedangkan sekolah menentukan
sendiri cara mencapai tujuan itu.
3. Syarat Penerapan manajemen
berbasis sekolah (MBS)
Dengan
kata lain, penerapan MBS mensyaratkan yang berikut.
1. MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.
2. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap.
Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS secara berhasil.
3. Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya, pada saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru.
4. Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.
5. Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid.
1. MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.
2. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap.
Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS secara berhasil.
3. Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya, pada saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru.
4. Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.
5. Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid.
4. Hambatan Dalam Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)
Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut :
1). Tidak Berminat Untuk Terlibat
2). Tidak Efisien
3). Pikiran Kelompok
4). Memerlukan Pelatihan
5). Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru
6). Kesulitan Koordinasi
B.
KONSEP DASAR MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH
Ada beberapa istilaah yang berkaitan dengan manajemen berbasis
sekolah yaitu: school based
management atau school
based decisionmaking and management.
Konsep dasar school
based management adalah
mengalihkan pengambilan keputusan dari pusat atau kanwil kandep dinas ke level
sekolah (samani, 1999:6). Dengan adanya pengambilan ke level sekolah, ,maka
sekolah di harapkan lebih mandiri dan mampu menentukan arah pengembangan yang
sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakatnya. Atau dengan
perkataan lain, sekolah harus mampu mengembangkan program yang relevan dengan
kebutuhan msyarakat.
C.
KARAKTERISTIK
MANAJEMEN SEKOLAH
MBS memiliki delapan karakteristik yang
bertolak belakang dengan karakteristik MKE, yaitu dalam hal misi sekolah,
hakikat aktifitas sekolah, strategi-strategi manajemen, penggunaan
sumber-sumber daya, peran warga sekolah, hubungan interpersonal, kualitas para
administrator dan indikator-indikator efektivitas.
1.
Misi Sekolah
Sekolah dengan MBS memilki cita-cita
menjalankan sekolah untuk mewakili sekelompok harapan bersama, keyakinan
dan nilai-nilai sekolah, membimbing warga sekolah di dalam aktifitas pendidikan
dan memberi arah kerja. Hal ini merupakan budaya organisasi yang besar
pengaruhnya terhadap fungsi dan efektivitas sekolah.
2.
Hakikat Aktifitas Sekolah
Sekolah menjalankan aktifitas-aktifitas pendidikannya berdasarkan
karakteristik, kebutuhan, dan situasi sekolah. Hal ini secara tidak langsung
memperkenalkan perubahan manajemen sekolah dari model manajemen kontrol
eksternal menjadi model berbasis sekolah.
3.
Strategi-strategi Manajemen
a. Konsep atau asumsi tentang hakikat manusia.
Berlandaskan pada McGregor (1960) MBS menggunakan teori manajemen Y yang
berasumsi bahwa manusia tidak memiliki sifat bawaan yang tidak menyukai
pekerjaan.dalam rangka memuaskan tingkat kebutuhan yang lebih tinggi mereka
bersedia menerima tantangan dan bekerja lebih keras. MBS dapat menyediakan
fleksibilitas lebih baik dan kesempatan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan guru
dan siswa dan memberi peran terhadap talenta-talenta mereka.
b. Konsep Organisasi. Dalam organisasi modern,
konsep organisai telah berubah. Kini orang percaya bahwa sebuah organisasi
adalah tempat untuk hidup dan berkembang. Oraganisasi bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu yang
statis, misalnya produk yang berkualitas. Sekolah sebagai organisasi tidak
sekadar tempat persiapan siswa-siswa di masa mendatang, tetapi juga tempat
untuk siswa-siswa atau guru dan administrator untuk hidup, tumbuh dan menjalani
perkembangan.
c. Gaya Pengambilan Keputusan. Dalam MBS gaya
pengambilan keputusan pada tingkat
sekolah adalah melalui pembagian kekuasaan (power sharing) atau
partisipasi (partisipation)
d. Gaya Kepemimpinan. Menurut Sergiovanni,
terdapat lima tingkat kepemimpinan manusia, kepmimpinan kependidikan,
kepemimpinan simbolik, dan kepemimpinan budaya.
e. Penggunaan Kekuasaan. French dan Reven
mengklarifikasikan kekusaan menjadi liam kategori, yaitu penghargaan, paksaan,
legitimasi, referensi, dan keahlian.
f. Keterampilan-keterampilan manajemen. Ketika
mengadopsi MBS maka pekerjaan manajemen internal menjadi lebih kompleks dan
berat. Oleh karena itu, diperlukan konsep-konsep baru dalam keterampilan manajemen. Misalnya metode-metode
ilmiah untuk analisis keputusan.
4. Penggunaan Sumber Daya
Pemerintah perlu mengawasi secara ketat bagaimana sekolah menggunakan
sumber dayanya sehingga pemerintah memerlukan sumber daya manusia yang banyak
dan sumber dana yang besar untuk mengawasi penggunaan sumber daya di sekolah.
Setiap aspek pembiayaan sekolah harus dikonsultasikan an minta persetujuan dari
pusat.
5. Perbedaan-perbedaan Peran
Peran warga sekolah secara langsung atau tidak langsung ditentukan oleh
kebijakan manajemen pemerintah, misi sekolah, hakikat aktifitas sekolah,
strategi-strategi pengelolaan internal sekolah, dan gaya penggunaan sumber
daya.
a. Peran sekolah
b. Peran Departemen Pendidikan
c. Peran Para Administrator
d. Peran Para Guru
e. Peran Para Orang Tua
6. Hubungan Antarmanusia
Dalam terminologi MBS menekankan hubungan antar-manusia yang cenderung
terbuka, bekerja sama, semangat tim, dan komitmen yang saling menguntungkan.
7. Kualitas Para Administrator
Dalam model MBS sekolah memilki otonomi tertentu. Partisipasi dan
perkembangan dipandang sebagai suatu yang penting dalam menghadapi tugas
pendidikan yang kompleks dalam mencapai efektivitas pendidikan.
8. Indikator-Indikator Efektivitas
Pada sekolah-sekolah yang dikontrol dari luar, perkembangan misi dan tujuan
sekolah tidaklah penting. Pada sekolah tradisional indikator utama efektivitas
sekolah adalah prestasi akademik pada akhir suatu tingkat sekolah, dan
mengabaikan proses pendidikan dan
pencapaian penting lainnya.
Sementara itu, berdasarkan konsep MPMBS karakteristik MBS mencakup
karakteristik.
a. Output yang diharapkan
b. Proses
c. Input Pendidikan
D.
UNSUR
KEWENANGAN dan TANGGUNG JAWAB SEKOLAH
1. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar
2. Perencanaan dan evaluasi
3. Pengelolaan Kurikulum
4. Pengelolaan Ketenagaan
5. Pengelolaan Fasilitas (Peralatan dan
Perlengkapan)
6. Pengelolaan Keuangan
7. Pelayanan siswa
8. Hubungan sekolah Masyarakat
9. Pengelolaan Iklim sekolah
BAB III
1. MANAJEMEN
BERBASIS MADRASAH
1.Konsep
Dasar Manajemen Berbasis Madrasah
Manajemen
Berbasis Madrasah atau Madrasah Based Management (MBM) merupakan
strategi untuk mewujudkan madrasah yang efektif dan produktif. MBM merupakan
paradigma baru manjemen pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada madrasah, dan perlibatan masyarakat
dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar madrasah
leluasa mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar, dan
mengalokasikannya sesuai perioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap
kebutuhan setempat.
MBM
adalah suatu ide tentang pengambilan keputusan pendidikan yang diletakkan pada
posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni madrasah. Pemberdayaan
madrasah dengan memberikan otonomi yang lebih besar, disamping menunjukkan
sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat, juga merupakan sarana
peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.
2. Karakteristik
Manajemen Berbasis Madrasah
Karakteristik
MBM bisa diketahui antara lain dari bagaimana madrasah dapat mengoptimalkan
kenerjanya, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme
tenaga pendidikan, serta sistem administrasi secara kesesluruhan.
a. Pemberian Otonomi
Luas Kepada Madrasah
MBM
memberikan otonomi luas kepada madrasah, disertai seperangkat tanggung jawab
untuk mengelola sumber daya dan pengembangan strategi sesuai dengan kondisi
setempat. Madrasah juga diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk
mengembangkan program-program kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat, dan menggali sumber dana
sesuai dengan perioritas kebutuhan.
·
Tingginya Partisipasi Masyarakat
dan Orang Tua
Penerapan MBM
meniscayakan pelaksanaan program- program madrasah yang didukung oleh tingginya
partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik.[2]
·
Kepemimpinan yang Demokratis dan
Profesional
Kepala madrasah dan
guru-guru sebagai aktor utama penyelenggara pendidikan di madrasah merupakan
figur yang memiliki kemampuan dan integrasi profesional.
·
Team-Work yang Kompak dan
Transparan
Keberhasilan program-program
madrasah tentunya didukung oleh kinerja team yang kompak dan transparan dan
berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan di madrasah.
b. Kekuasaan
yang Dimilki Madrasah
Kepala
madrasah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan yang
berkaitan dengan kebijakan dibandingkan dengan sistem manajemen pendidikan yang
dikontrol oleh pusat. Besarnya kekuasaan madrasah bergantung bagaimana MBM
dapat diimplementasikan. Pemberian kekuasaan secara utuh seperti dituntut MBM
tidak mungkin dilaksanakan sekaligus, tetapi memerlukan proses transisi dari
manajemen terpusat ke MBM.
c. Pengetahuan
dan Keterampilan
Kepala
madrasah beserta seluruh warganya harus menjadi “learning person”, yang
senantiasa belajar untuk meningkatakan pengetahuan dan keterampilan secara
terus menerus (continuous improvement).
d. Sistem
Informasi yang Jelas
Madrasah
yang melaksanakan MBM perlu memiliki informasi yang jelas tentang program
pendidikan dan lainnya yang netral dan transparan, karena dari informasi
tersebut seseorang akan mengetahui kondisi madrasah.
e. Sistem
Penghargaan
Madrasah
yang melaksanakan MBM perlu menyusun sistem penghargaan bagi warganya yang
berprestasi, untuk mendorong kariernya.
3. Tujuan
Manajemen Berbasis Madrasah
MBM
bertujuan untuk menigkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.
Peningkatan efisiensi, antara lain, diperoleh melalui keluasaan pengelola
sumberdaya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara
peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui revitalisasi partisipasi
orang tua terhadap madrasah, fleksibilitas pengelolaan madrasah dan
pembelajaran, peningkatan profesionalisme guru dan kepala madrasah, serta
berlakunya sistem hadiah dan hukuman.
4. Manfaat
Manajemen Berbasis Madrasah
MBM
memberikan kebebasan dan kewenangan yang luas pada madrasah, disertai
seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung
jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi sesuai dengan kondisi
setempat, madrasah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru agar lebih
berkonsentrasi pada tugas utamanya mengajar.[3]
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Satu cara yang berguna dalam menyimpulkan adalah melihat
tantangan sebagai satu cara menciptakan suatu jenis sistem pendidikan baru yang
sesuai abad ke-21.peningkatan mutu
pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan dan merupakan
bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia secara kaffah(menyeluruh). Kita membutuhkan sistem-sistem baru yang terus-menerus mampu
merekonfigurasi kembali dirinya untuk menciptakan sumber nilai publik baru.Keberhasilan
MBM yang dalam pengembanagannya memberikan kewenangannya sangat besar kepada
madrasah melalui pengambilan keputusan partisipatif, sangat di tentukan oleh
kepala madrasah,guru, peserta didik, tenaga kependidikan, orangtua peserta
didik, dan masyarakat yang terlibat.keberhasilan tersebut dapat dilihat dari I dikator-indikator sebagai berikut :
Ø Adanya peningkatan mutu pendidikan
Ø Adanya peningkatan efisiensi dan efektifitas
pengelolaan dan penggunaan sumber-sumber pendidikan
Ø Adanya peningkatan perhatian serta partisipasi
warga dan masyarakat sekitar
Ø Adanya peningkatan tanggung jawab madrasah
kepada pemerintah
Ø Adanya kompetisi yang sehat antar madrasah
dalam peningkatan mutu pendidikan
Ø Tumbuhnya kemandirian dan berkurangnya
ketergantungan di kalangan warga
madrasahterwujudya pembelajaran yang efektif
Ø Terciptanya iklim madrasah yang aman
Ø Adanya proses evaluasi dan perbaikan secara
berkelanjutan
DAFTAR PUSTAKA
DEPARTEMEN AGAMA RI, DIREKTORAT JENDRAL KELEMBAGAAN AGAMA ISLAM,
2005, Pedoman Manajemen berbasis
Madrasah, Jakarta:DEPARTEMEN AGAMA RI
Mulyasa , 2007 , Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja
Rosdakarya
www.google.com
1 komentar:
waw mantap makalahnya.. izin copas ya.. thanx b4
Posting Komentar