Selasa, 27 Maret 2012

Makalah Manajemen Pendidikan Islam


Tugas kelompok 6 Manajemen Pendidikan Islam
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH(MBS), KONSEP DASAR KARAKTERISTIK DAN UNSUR –UNSUR YANG MENJADI KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB SEKOLAH
Oleh:
Anderiyan Adiyatma              :1111020016
Indria Pretty Putri                   :1111020050
Marina Alfionita                     :1111020061
Novyan Satria                                     :1111020045
Riza Hambia                           :1111020010
Siti Wahyuning Tyas        :1111020060
Jurusan/kelas                           : PBA/B
Dosen                                      :M.Kodir,M.pd


 







           
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
RADEN INTANLAMPUNG
2011/2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur mari kita haturkan kepada Allah SWT, karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Manajemen Pendidikan . Shalawat serta Salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita yaitu Nabi besar Muhammad SAW.
Makalah Manajemen Pendidikan sederhana ini dibuat guna memenuhi tugas. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam pembuatan Makalah ini.
Tak ada  gading yang tak retak, tak ada sesuatu di dunia yang sempurna. Untuk itu penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam pembuatan penulisan Kata. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan penulis untuk menjadi lebih baik kedepannya. Semoga Makalah  ini bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya.


Lampung, Maret 2012

Penulis











DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
BAB II            PEMBAHASAN
A.    Manajemen Berbasis  Sekolah (MBS)

B.      Konsep  Dasar  Manajemen  Sekolah

C.    Karakteristik  Manajemen  Sekolah

D.    Unsur-Unsur  Kewenangan  Sekolah

BAB III          A.  Manajemen Berbasis Madrasah (MBM)
1.      Konsep Dasar Manajemen Berbasis Madrasah
2.      Karakteristik Manajemen Berbasis Madrasah
BAB IV          PENUTUP
                        KESIMPULAN







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sekolah adalah salah satu dari Tripusat pendidikan yang dituntut untuk mampu menjadikan output yang unggul, mengutip pendapat Gorton tentang sekolah ia mengemukakan, bahwa sekolah adalah suatu sistem organisasi, di mana terdapat sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan instruksional.Desain organisasi sekolah adalah di dalamnya terdapat tim administrasi sekolah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan oranisasi.MBS terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah (school-based governance), manajemen mandiri sekolah (school self-manegement), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di sekolah.Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan penekanan yang sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut memiliki roh yang sama, yakni sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya, khususnya dalam penggunakaan 3M-nya, yakni man, money, dan material.Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, maka Direktorat Pembinaan SMP menamakan MBS sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).
Tujuan utama adalah untuk mengembangkan rosedur kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang tergabung dalam tim tersebut. Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang yang cerdas serta emosional tinggi, juga dapat mempersiapkan tenaga-tenaga pembangunan.
Oleh karena itu perlu diketahui pandangan filosofis tentang hakekat sekolah dan masyarakat dalam kehidupan kita. sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, ia bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adlah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota2 masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat adalah pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya.



B.     Rumusan Masalah

1.  Apa itu Manajemen Sekolah
2. Apa yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah (MBS)
3. Apa manfaat manajemen berbasis sekolah (MBS)
4. Apa Pengaruh penerapan MBS terhadap kewenangan pemerintah pusat (Depdiknas), dinas           pendidikan daerah, dan dewan sekolah?
5. Apa Syarat Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)
6. Apa karakteristik manajemen berbasis sekolah (MBS)













                                                                    





BAB II
PEMBAHASAN

A.    MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

Pengertian Manajemen Sekolah
Istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi ( administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi.
Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama, yaitu:
1. merencanakan (planning),
2. mengorganisasikan (organizing),
3. mengarahkan (directing),
4. mengkoordinasikan (coordinating),
5. mengawasi (controlling), dan
6. mengevaluasi (evaluation).[1]

Menurut Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manjemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sejak beberapa waktu terakhir, kita dikenalkan dengan pendekatan “baru” dalam manajemen sekolah yang diacu sebagai manajemen berbasis sekolah (school based management) atau disingkat MBS. Di mancanegara, seperti Amerika Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri.
Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa tak berdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi.
Di Indonesia, gagasan penerapan pendekatan ini muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya.Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah adalah urusan pusat, kepala sekolah dan guru harus melaksanakannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya.
Manfaat manajemen berbasis sekolah (MBS)
MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.
Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.
prestasi belajar murid. MBS bahkan dipandang sebagai salah satu cara untuk menarik dan mempertahankan guru dan staf yang berkualitas tinggi.
Penerapan MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS sebagai berikut :
1. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
3. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
4. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
5. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
6. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
 Pengaruh penerapan MBS terhadap kewenangan pemerintah pusat
(Depdiknas), dinas pendidikan daerah, dan dewan Manajemen sekolah
Penerapan MBS dalam sistem yang pemerintahan yang masih cenderung terpusat tentulah akan banyak pengaruhnya. Perlu diingatkan bahwa penerapan MBS akan sangat sulit jika para pejabat pusat dan daerah masih bertahan untuk menggenggam sendiri kewenangan yang seharusnya didelegasikan ke sekolah. Bagi para pejabat yang haus kekuasaan seperti itu, MBS adalah ancaman besar.MBS menyebabkan pejabat pusat dan kepala dinas serta seluruh jajarannya lebih banyak berperan sebagai fasilitator pengambilan keputusan di tingkat sekolah. Pemerintah pusat, dalam rangka pemeliharaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tentu saja masih menjalankan politik pendidikan secara nasional. Pemerintah pusat menetapkan standar nasional pendidikan yang antara lain mencakup standar kompetensi, standar fasilitas dan peralatan sekolah, standar kepegawaian, standar kualifikasi guru, dan sebagainya. Penerapan standar disesuaikan dengan keadaan daerah. Standar ini kemudian dioperasionalkan oleh pemerintah daerah (dinas pendidikan) dengan melibatkan sekolah-sekolah di daerahnya. Namun, pemerintah pusat dan daerah harus lebih rela untuk memberi kesempatan bagi setiap sekolah yang telah siap untuk menerapkannya secara kreatif dan inovatif. Jika tidak, sekolah akan tetap tidak berdaya dan guru akan terpasung kreativitasnya untuk berinovasi. Dalam rangka penerapan MBS di Indonesia, kantor dinas pendidikan kemungkinan besar akan terus berwenang merekrut pegawai potensial, menyeleksi pelamar pekerjaan, dan memelihara informasi tentang pelamar yang cakap bagi keperluan pengadaan pegawai di sekolah. Kantor dinas pendidikan juga sedikit banyaknya masih menetapkan tujuan dan sasaran kurikulum serta hasil yang diharapkan berdasarkan standar nasional yang ditetapkan pemerintah pusat, sedangkan sekolah menentukan sendiri cara mencapai tujuan itu.
 Syarat Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)
Dengan kata lain, penerapan MBS mensyaratkan yang berikut.
1. MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.
2. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap.
Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS secara berhasil.
3. Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya, pada saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru.
4. Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.
5. Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid.
            Hambatan Dalam Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)

Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut :
1). Tidak Berminat Untuk Terlibat
2). Tidak Efisien
3). Pikiran Kelompok
4). Memerlukan Pelatihan
5). Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru
6). Kesulitan Koordinasi


B.     KONSEP MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Ada beberapa istilaah yang berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah yaitu: school based management atau school based decisionmaking and management.
Konsep dasar school based management adalah mengalihkan pengambilan keputusan dari pusat atau kanwil kandep dinas ke level sekolah (samani, 1999:6). Dengan adanya pengambilan ke level sekolah, ,maka sekolah di harapkan lebih mandiri dan mampu menentukan arah pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakatnya. Atau dengan perkataan lain, sekolah harus mampu mengembangkan program yang relevan dengan kebutuhan msyarakat.


C.     KARAKTERISTIK MANAJEMEN SEKOLAH
MBS memiliki delapan karakteristik yang bertolak belakang dengan karakteristik MKE, yaitu dalam hal misi sekolah, hakikat aktifitas sekolah, strategi-strategi manajemen, penggunaan sumber-sumber daya, peran warga sekolah, hubungan interpersonal, kualitas para administrator dan indikator-indikator efektivitas.
1.      Misi Sekolah
Sekolah dengan MBS memilki cita-cita  menjalankan sekolah untuk mewakili sekelompok harapan bersama, keyakinan dan nilai-nilai sekolah, membimbing warga sekolah di dalam aktifitas pendidikan dan memberi arah kerja. Hal ini merupakan budaya organisasi yang besar pengaruhnya terhadap fungsi dan efektivitas sekolah.
2.      Hakikat Aktifitas Sekolah
Sekolah menjalankan aktifitas-aktifitas pendidikannya berdasarkan karakteristik, kebutuhan, dan situasi sekolah. Hal ini secara tidak langsung memperkenalkan perubahan manajemen sekolah dari model manajemen kontrol eksternal menjadi model berbasis sekolah.
3.      Strategi-strategi Manajemen
a.       Konsep atau asumsi tentang hakikat manusia. Berlandaskan pada McGregor (1960) MBS menggunakan teori manajemen Y yang berasumsi bahwa manusia tidak memiliki sifat bawaan yang tidak menyukai pekerjaan.dalam rangka memuaskan tingkat kebutuhan yang lebih tinggi mereka bersedia menerima tantangan dan bekerja lebih keras. MBS dapat menyediakan fleksibilitas lebih baik dan kesempatan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan guru dan siswa dan memberi peran terhadap talenta-talenta mereka.
b.      Konsep Organisasi. Dalam organisasi modern, konsep organisai telah berubah. Kini orang percaya bahwa sebuah organisasi adalah tempat untuk hidup dan berkembang. Oraganisasi bukan hanya sebagai  alat untuk mencapai tujuan tertentu yang statis, misalnya produk yang berkualitas. Sekolah sebagai organisasi tidak sekadar tempat persiapan siswa-siswa di masa mendatang, tetapi juga tempat untuk siswa-siswa atau guru dan administrator untuk hidup, tumbuh dan menjalani perkembangan.
c.       Gaya Pengambilan Keputusan. Dalam MBS gaya pengambilan keputusan  pada tingkat sekolah adalah melalui pembagian kekuasaan (power sharing) atau partisipasi (partisipation)
d.      Gaya Kepemimpinan. Menurut Sergiovanni, terdapat lima tingkat kepemimpinan manusia, kepmimpinan kependidikan, kepemimpinan simbolik, dan kepemimpinan budaya.
e.       Penggunaan Kekuasaan. French dan Reven mengklarifikasikan kekusaan menjadi liam kategori, yaitu penghargaan, paksaan, legitimasi, referensi, dan keahlian.
f.       Keterampilan-keterampilan manajemen. Ketika mengadopsi MBS maka pekerjaan manajemen internal menjadi lebih kompleks dan berat. Oleh karena itu, diperlukan konsep-konsep baru  dalam keterampilan manajemen. Misalnya metode-metode ilmiah untuk analisis keputusan.
4.      Penggunaan Sumber Daya
Pemerintah perlu mengawasi secara ketat bagaimana sekolah menggunakan sumber dayanya sehingga pemerintah memerlukan sumber daya manusia yang banyak dan sumber dana yang besar untuk mengawasi penggunaan sumber daya di sekolah. Setiap aspek pembiayaan sekolah harus dikonsultasikan an minta persetujuan dari pusat.
5.      Perbedaan-perbedaan Peran
Peran warga sekolah secara langsung atau tidak langsung ditentukan oleh kebijakan manajemen pemerintah, misi sekolah, hakikat aktifitas sekolah, strategi-strategi pengelolaan internal sekolah, dan gaya penggunaan sumber daya.
a.       Peran sekolah
b.      Peran Departemen Pendidikan
c.       Peran Para Administrator
d.      Peran Para Guru
e.       Peran Para Orang Tua
6.      Hubungan Antarmanusia
Dalam terminologi MBS menekankan hubungan antar-manusia yang cenderung terbuka, bekerja sama, semangat tim, dan komitmen yang saling menguntungkan.

7.      Kualitas Para Administrator
Dalam model MBS sekolah memilki otonomi tertentu. Partisipasi dan perkembangan dipandang sebagai suatu yang penting dalam menghadapi tugas pendidikan yang kompleks dalam mencapai efektivitas pendidikan.
8.      Indikator-Indikator Efektivitas
Pada sekolah-sekolah yang dikontrol dari luar, perkembangan misi dan tujuan sekolah tidaklah penting. Pada sekolah tradisional indikator utama efektivitas sekolah adalah prestasi akademik pada akhir suatu tingkat sekolah, dan mengabaikan proses pendidikan  dan pencapaian penting lainnya.
Sementara itu, berdasarkan konsep MPMBS karakteristik MBS mencakup karakteristik.
a.       Output yang diharapkan
b.      Proses
c.       Input Pendidikan

D.    UNSUR KEWENANGAN dan TANGGUNG JAWAB SEKOLAH
1.      Pengelolaan Proses Belajar Mengajar
2.      Perencanaan dan evaluasi
3.      Pengelolaan Kurikulum
4.      Pengelolaan Ketenagaan
5.      Pengelolaan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
6.      Pengelolaan Keuangan
7.      Pelayanan siswa
8.      Hubungan sekolah Masyarakat
9.      Pengelolaan Iklim sekolah

BAB  III

1.      Konsep Dasar Manajemen Berbasis Madrasah
Manajemen Berbasis Madrasah atau Madrasah Based Management (MBM) merupakan strategi untuk mewujudkan madrasah yang efektif dan produktif. MBM merupakan paradigma baru manjemen pendidikan, yang memberikan otonomi  luas pada madrasah, dan perlibatan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar madrasah leluasa mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar, dan mengalokasikannya sesuai perioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
MBM adalah suatu ide tentang pengambilan keputusan pendidikan yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni madrasah. Pemberdayaan madrasah dengan memberikan otonomi yang lebih besar, disamping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat, juga merupakan sarana peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.
2.      Karakteristik Manajemen Berbasis Madrasah
Karakteristik MBM bisa diketahui antara lain dari bagaimana madrasah dapat mengoptimalkan kenerjanya, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga pendidikan, serta sistem administrasi secara kesesluruhan.
a.      Pemberian  Otonomi  Luas Kepada Madrasah
MBM memberikan otonomi luas kepada madrasah, disertai seperangkat tanggung jawab untuk mengelola sumber daya dan pengembangan strategi sesuai dengan kondisi setempat. Madrasah juga diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan program-program kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat, dan menggali sumber dana sesuai dengan perioritas kebutuhan.
·         Tingginya Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua
Penerapan MBM meniscayakan pelaksanaan program- program madrasah yang didukung oleh tingginya partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik.
·         Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional
Kepala madrasah dan guru-guru sebagai aktor utama penyelenggara pendidikan di madrasah merupakan figur yang memiliki kemampuan dan integrasi profesional.
·         Team-Work yang Kompak dan Transparan
Keberhasilan program-program madrasah tentunya didukung oleh kinerja team yang kompak dan transparan dan berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan di madrasah.

-          Kekuasaan yang Dimilki Madrasah
Kepala madrasah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan kebijakan dibandingkan dengan sistem manajemen pendidikan yang dikontrol oleh pusat. Besarnya kekuasaan madrasah bergantung bagaimana MBM dapat diimplementasikan. Pemberian kekuasaan secara utuh seperti dituntut MBM tidak mungkin dilaksanakan sekaligus, tetapi memerlukan proses transisi dari manajemen terpusat ke MBM.
-          Pengetahuan dan Keterampilan
Kepala madrasah beserta seluruh warganya harus menjadi “learning person”, yang senantiasa belajar untuk meningkatakan pengetahuan dan keterampilan secara terus menerus (continuous improvement).
-          Sistem Informasi yang Jelas
Madrasah yang melaksanakan MBM perlu memiliki informasi yang jelas tentang program pendidikan dan lainnya yang netral dan transparan, karena dari informasi tersebut seseorang akan mengetahui kondisi madrasah.
-          Sistem Penghargaan
Madrasah yang melaksanakan MBM perlu menyusun sistem penghargaan bagi warganya yang berprestasi, untuk mendorong kariernya.

3.      Tujuan Manajemen Berbasis Madrasah
MBM bertujuan untuk menigkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi, antara lain, diperoleh melalui keluasaan pengelola sumberdaya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui revitalisasi partisipasi orang tua terhadap madrasah, fleksibilitas pengelolaan madrasah dan pembelajaran, peningkatan profesionalisme guru dan kepala madrasah, serta berlakunya sistem hadiah dan hukuman.

4.      Manfaat Manajemen Berbasis Madrasah
MBM memberikan kebebasan dan kewenangan yang luas pada madrasah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi sesuai dengan kondisi setempat, madrasah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru agar lebih berkonsentrasi pada tugas utamanya mengajar


















BAB IV
PENUTUP


Kesimpulan
Satu cara yang berguna dalam menyimpulkan adalah melihat tantangan sebagai satu cara menciptakan suatu jenis sistem pendidikan baru yang sesuai abad ke-21. Kita membutuhkan sistem-sistem baru yang terus-menerus mampu merekonfigurasi kembali dirinya untuk menciptakan sumber nilai publik baru. Ini berarti secara interaktif menghubungkan lapisan-lapisan dan fungsi tata kelola yang berbeda, bukan mencari cetak biru (blueprint) yang statis yang membatasi berat relatifnya.Pertanyaan mendasar bukannya bagaimana kita secara tepat dapat mencapai keseimbangan yang tepat antara lapisan-lapisan pusat, regional, dan lokal atau antara sektor-sektor berbeda: publik, swasta, dan sukarela. Justeru, kita perlu bertanya Bagaimana suatu sistem secara keseluruhan menjadi lebih dari sekedar jumlah dari bagian-bagiannya ?. (Bentley & Wilsdon, 2004).
Secara sederhana dikatakan, manajemen berbasis sekolah bukanlah “senjata ampuh” yang akan menghantar pada harapan reformasi sekolah. Bila diimplementasikan dengan kondisi yg benar, ia menjadi satu dari sekian strategi yang diterapkan dalam pembaharuan terus-menerus dengan strategi yang melibatkan pemerintah, penyelenggara, dewan manajemen sekolah dalam satu sistem sekolah